Minggu, 18 September 2011

Dampak Buruk Akibat Membanggakan Diri (I'jaab Bin Nafsi)

Assalamu'alaikum,

I. Terhadap Pribadi Aktivis.
Dampak buruk akibat membanggakan diri, di mana para aktivis dapat terjerat dalam perangkap: sikap angkuh, bahkan sombong.
Inilah pengaruh pertama yang timbul akibat I'jaab bin Nafsi. Ini karena acapkali seorang yang membanggakan diri akan menjurus kepada sikap peremehan akan jiwanya, yakni menghilangkan porsi jiwa untuk introspeksi atau ber-muhasabah.
Keadaan seperti itu semakin lama akan semakin menambah akutnya penyakit, sampai merembet kepada sikap mencela dan mengecilkan perbuatan orang lain. Itulah yang dinamakan angkuh (ghuruur). Atau bisa jadi penyakitnya terus meningkat kepada sikap merasa lebih tinggi dari orang lain, sambil mencela pribadi-pribadi mereka. Itulah yang dinamakan sombong (takabbur). Baik ghuruur maupun takabbur mempunyai dampak yang membahayakan, dan akibatnya akan membinasakan.
Terhalang Dari Restu Allah
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَن
"Dan orang-orang yang berjihad di jalan Kami, niscaya akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami". (QS. Al-Ankabut [29] : 69)
Dalam hadist qudsi Allah SWT berfirman :
"...Sesungguhnya hamba akan terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya yang ia mendengar dengannya, Aku akan menjadi tangannya yang ia memegang dengannya, Aku akan menjadi kakinya yang ia berjalan dengannya. Dan jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, akan Aku kabulkan permohonnya, dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, maka Aku akan melindunginya." (HR. Bukhari)
Gugur Saat Menghadapi Ujian atau Kesulitan
Orang yang pongah biasanya tidak menaruh perhatian terhadap masalah tazkiyah (kebersihan jiwa) dan masalah perbekalan yang harus dipersiapkan dalam menempuh sesuatu perjuangan. Manusia seperti itu pasti akan mudah gugur dan menjadi lemah ketika menghadapi ujian atau kesulitan. karena ia tidak mengingat Allah ketika dalam ketenteraman, maka Allah pun tidak menginatnhya pula pada waktu ia tengah menghadapi kesulitan. Maha benar Allah SWT yang berfirman-Nya:
إِنَّ اللّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ ﴿١٢٨﴾
"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan." (QS. An-Nahl [16] : 128)
Firman-Nya yang lain :
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"...Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut [29] : 69)
Tepat pula apa yang pernah disabdakan oleh Nabi SAW ketika beliau memberi nasihat kepada Ibnu Abbas ra lewat sabdanya :
"...Peliharalah hak-hak Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya sebagai pendukungmu. Ingatlah Allah ketika engkau dalam keadaan lapang, niscaya Ia akan mengingatmu di kala engkau tengah menghadapi kesulitan." (HR. Ahmad)
Dijauhi dan Dibenci Manusia
Orang yang berlaku 'ujub' pada hakikatnyamengundang kemurkaan Allah. Maka barangsiapa yang dimurkai Allah, niscahya akan dimurkai pula oleh penghuni langit, hyang selanjutnya akan merembet kepada kemurkaan penduduk bumi. Kita akan menyaksikan orang yang 'ujub' itu ditinggalkan dan dibenci manusia. Mereka tidak mau melihat ataupun mendengarkan perkataannya. Sebagaimana diriwayatkan oelh Bukhari dan Muslim dalam salah satu hadist, Rasulullah SAW berkata:
"Sesungguhnya Allah SWT jika mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril dan berkata: 'Sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah dia'. Maka penghuni langit pun akan mencintainya. Kemudian dia diterima dengan baik oleh penduduk bumi. Sebaliknya, jika Allah murka terhdap seorang hamba, maka Ia memanggil Jibril, dan berkata, 'Sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah dia'. Kemudian Jibril membencinya dan berseru kepada penguhi langit agar membecinya. Kemudian malaikat membencinya. Kemudian diletakkan kebencian kepada penduduk bumi." (HR. Bukhari dan Muslim)
Mendapat Hukuman dan Pembalasan Allah, Cepat atau Lambat.
Sikap 'ujub' juga mengakibatkan hukuman dan pembalasan Allah, cepat atau lambat. Selama hidup di dunia mungkin ia akan ditimpa azab yang pedih sebagaimana azab yang telah menimpa umat-umat sebelumnya, atau paling tidak, ia akan menderita kegelisahan, dilanda perpecahan, dan keresahan jiwa, sebagaimana dialami umat masa kini. Rasulullah Shallahu alaihi was sallam bersabda:
"Ketika seorang berjalan dengan pongah dan bangga terhadap dirinya, maka Allah akan membenamkannya ke dalam tanah, dan ia akan meronta-ronta sampai datangnya hari kiamat." (HR. Bukhari dan Muslim)
II. Terhadap Amal Islami.
Lebih Mudah Dicabik-cabik dan Selanjutnya Dihancurkan
Sikap 'ujub' juga tidak akan mampu menghasilkan manfaat apapun kecuali setelah melalui beban yang banyak dan memakan waktu yang lama. Hal seperti itu berlaku pula dalam konteks mengarungi amaliyah dakwah. Banyak terjadi, suatu gerakan dakwah yang akhirnya kandas atau tidak mampu membuahkan hasil yang baik kendati telah banyak mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran gara-gara para aktivisnya banyak yang bersikap 'ujub' tatkala menghadapi ujian dan kesulitan. Hal ini dapat kita pahami, karena pada umumnya, orang yang bersikap 'ujub' akan tumpul ketajaman bashirah-nya (mata-hatinya).
Menjadikan Masyarakat Antipati Terhadap Harakahnya
Sudah merupakan hal yang lumrah jika banyak manusia yang menjauh, bersikap antipati, bahkan akan akan membenci kala melihat orang-orang yang berperilaku 'ujub'. Jadi, jika dalam diri para aktivis harakah banyak yang berperangai 'ujub', maka sudah dapat dipastikan amal Islami yang tengah diupayakan oleh harakah tersebut tidak akan mendapat tempt di hati masyarakat luas.
Dengan demikian, tujuan yang hendak mereka raihpun akan semakin sulit dan berat untuk direalisasikan. Itulah dua hal terpenting dari dampak buruk perilaku 'ujub' terhadap harakah Islamiyah. Wallahu

Minggu, 19 Juni 2011

TIPS DAN TRICK MERAIH KESUKSESAN ( RAJIN BERSYUKUR)

Berikut ini adalah sedikit tips dan trik untuk meraih kesuksesan, mungkin bisa kamu coba dan amalkan. ‘Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “ Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengigkari (nikmat-Ku), maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS Ibrahim [14]: 7)

Ada 7 point. yaitu :
1. Biasakan Mengucap ,” ALHAMDULILLAH”, setiap mendapatkan kenikmatan; saat ketemu temen, habis makan, setelah ber olahraga, atau saat selesai belajar.
2. Bila ada UANG saku lebih, gunakan buat ngisi kotak infak di masjid atau memberikannya pada pengemis yang lewat. Cara inii adalah bentuk syukur terhadap nikmat kekayaan yang diberikan ALLAH kepada kita.
3. Gunakanlah waktu sebaiik-baiknya, gunakanlah kesehatan untuk kegiatan yang bermanfaat, gunakanlah umur yang diberikan untuk berkarya.
4. Usahakan buat ngehindari kata-kata keluhan. Kalau terpaksa keluar keluhan dari mulut kita, maka imbangilah dengan ucapan SYUKUR kepada ALLAH.
5. Ajari teman apabila mengalami kesulitan dalam belajar. Ini adalah bentuk syukur berupa kepandaian. Coba deh! Kemudian , perhatikan apa yang terjadi setelah itu.^^
6. Ucapkan terima kasih/ syukron / trims/xiexie kepada siapa saja. Terutama pada orang yang berjasa / membantu anda. Pas beli makanan, ucapkan terima kasih kepada penjualnya. Saat berangkat sekolah, ucapkan terimakasih kepada Ibu & ayah karena telah mengantarkan anda ke Sekolah. Ketika di Sekolah, ucapkan terimakasih kepada teman sebangku kamu krna telah banyak membantu. Dan ucapan terimakasih yang lain..
7. Rajin OLAHRAGA setiap pagi , hirup udara pagi dalam-dalam, dan rasakan belaian angin yang menjadi dingin. Kemudian ucapkan ,”Subhanallah”. Maka, hatimu akan lebih bersih, dan dadamu akan semakin luas dan lapang.


Si Cerdas " Iyas bin Mu'awiyah Al- Muzani "

Assalamuallaikum wr.wb

Mencari tahu,mempelajari dan meneladani sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW, maupun sahabat nya sahabat Rasulullah SAW adalah hal yang tepat untuk dilakukan di waktu senggang kita ini..kita jadi tahu bagaimana kondisi umat islam terdahulu dan betapa unggul dan hebatnya mereka pada zamannya.
Selain itu banyak banget kisah-kisah menarik yang sarat akan inspirasi dan suri Tauladan yang sayang untuk di lewat kan..

berikut adalah kisah Si Cerdas Iyas yang kami kutip dari http://www.kisah.web.id.. Keberanian ‘Amr ditambah ketoleransian Hatim ditambah kelemahlembutan Ahnaf ditambah kecerdasan Iyas.”(Abu Tammam)

Semalaman Amirul mukminin, Umar bin Abdul Aziz, tidak dapat tidur, matanya susah terpejam dan beliau diliputi kegelisahan yang amat sangat. Pada malam yang dingin saat keberadaannya di Damaskus, beliau sedang sibuk memikirkan siapa yang bakal dipilih menjadi Qadli (hakim) untuk kawasan Bashrah (suatu kota yang dibangun oleh kaum muslimin setelah Irak ditaklukkan mereka.) yang kelak akan menegakkan keadilan di tengah masyarakat, memberikan putusan sesuai dengan hukum Allah dan dalam menegakkan al-Haq, dia tidak sedikitpun takut baik di saat senang ataupun ketakutan.

Pilihannya hanya tertuju pada dua orang yang sama-sama kredibel, memiliki pemahaman agama yang baik, tegar di dalam menegakkan kebenaran, memiliki pemikiran yang bercahaya dan jeli di dalam memandang sesuatu.

Setiap kali beliau mendapatkan kelebihan pada salah satunya dalam satu sisi, beliau juga menemukan kelebihan itu ada pada yang satunya lagi dalam sisi yang lain.

Pada pagi harinya, beliau memanggil gubernur untuk Irak, ‘Adiy bin Artha‘ah -yang ketika sedang berada di sisinya di Damaskus- seraya berkata kepadanya,

“Wahai ‘Adiy, pertemukanlah antara Iyas bin Muawiyah al-Muzanni dan al-Qasim bin Rabi’ah al-Haritsi. Berbicaralah kepada keduanya mengenai peradilan Bashrah dan pilihlah salah satu dari keduanya sebagai Qadli.”
Adiy berkata,

“Sam’an wa tha’atan, (mendengar dan patuh) terhadap titahmu, wahai Amirul mu’minin.”

Akhirnya, Adiy bin Artha‘ah mempertemukan antara Iyas dan al-Qasim seraya berkata,

“Sesungguhnya Amirul mu’minin- mudah-mudahan Allah memanjangkan umurnya- menyuruhku supaya mengangkat salah satu dari anda berdua untuk menjadi Qadli di Bashrah, bagaimana pendapat kalian?”

Maka masing-masing mereka berbicara tentang kawannya, bahwa dia lebih berhak daripada dirinya dengan jabatan ini dan menyinggung keutamaan, ilmu dan fiqihnya serta hal-hal lainnya.
Adiy berkata,

“Kalian berdua tidak boleh meningalkan majlisku ini kecuali bila telah kalian selesaikan urusan ini.”

Lalu Iyas berkata kepadanya,

“Wahai gubernur, ‘Tanyakanlah kepada dua orang ahli fiqih Irak; al-Hasan al-Bashri (sudah dibahas tentangnya pada kajian sebelumnya-red.,) dan Muhammad bin Sirin (juga telah dibahas-red.,) tentang saya dan al-Qasim, karena keduanya adalah orang yang paling bisa membedakan antara kami berdua.”

Pada waktu sebelumnya, al-Qasim banyak mengunjungi kedua ahli fiqih tersebut, sedangkan Iyas tidak ada hubungan sama sekali dengan keduanya. Maka tahulah al-Qasim bahwa Iyas sebenarnya ingin melibatkannya (sehingga menjadi Qadli dimana mereka berdua saling menolaknya-red.,).

Demikian juga, bila sang Amir (gubernur) meminta pendapat kepada keduanya, maka keduanya selalu menunjuk ke dirinya bukan orang yang bersamanya (Iyas).
Maka, dia langsung menoleh ke arah gubernur seraya berkata,

“Wahai Amir, jangan tanyakan lagi kepada siapa pun tentangku dan dia.!
Demi Allah Yang tidak ada Tuhan yang haq selain Dia, sesungguhnya Iyas adalah orang yang lebih faham tentang agama Allah dan lebih mengerti tentang peradilan daripadaku.
Jika aku berdusta di dalam sumpahku ini, maka engkau tidak boleh menunjukku sebagi Qadli, karena sudah saya melakukan kebohongan.
Dan jika aku berkata jujur, maka engkau juga tidak boleh menunjuk orang yang kurang keutamaannya padahal ada orang yang lebih utama darinya!.”

Maka Iyas menoleh ke arah gubernur dan berkata kepadanya,

“Wahai gubernur, sesungguhnya telah menghadirkan seseorang untuk engkau jadikan sebagai Qadli, namun engkau menghentikannya di pinggir neraka Jahannam, lalu dia berusaha menyelamatkan dirinya dengan sumpah palsunya yang senantiasa dia mohonkan agar Allah mengampuninya dan dia dapat selamat dari apa yang dia takutkan.”

Adiy berkata kepadanya,

“Seungguhnya orang yang memiliki pemahaman sepertimu ini amat pantas untuk dijadikan Qadli.” Kemudian dia menunjuknya sebagai Qadli di Bashrah.

Siapakah orang yang telah dipilih Khalifah yang zuhud, Umar bin Abdul Aziz sebagai Qadli di Bashrah ini?
Siapakah dia orang yang karena kecerdasan, kecerdikan dan kecepatan pemahamannya itu dijadikan perumpamaan sebagaimana terjadi terhadap Hatim ath-Tha‘iy karena kedermawanannya, atau al-Ahnaf bin Qais karena kelemahlembutannya dan ‘Amr bin Mu’dikarib karena keberaniannya?.
Sehingga membuat Abu Tammam menguntai syair saat memuji Ahmad bin al-Mu’tashim,
Keberanian ‘Amr ditambah ketoleransian Hatim
Ditambah kelemahlembutan Ahnaf ditambah kecerdasan Iyas

Marilah kita mulai riwayat hidup tokoh kita ini dari awal. Tokoh ini memiliki riwayat hidup yang amat mengesankan dan tiadaduanya dalam rangkaian riwayat-riwayat hidup yang ada.

Iyas bin Mu’awiyah bin Qurrah al-Muzani dilahirkan pada tahun 46 H di kawasan Yamamah, Najd. Lalu pindah bersama keluarganya ke Bashrah yang kemudian di sana dia besar dan belajar.

Pada masa kecilnya dia sudah bolak-balik ke Damaskus dan menimba ilmu kepada para sahabat agung yang masih hidup dan para pemuka Tabi’in.

Anak ini sejak kecil telah menampakkan tanda-tanda kecerdikan dan kecerdasannya. Orang-orang mulai menjadikannya buah bibir dalam berita-berita dan hal-hal langka yang ada padanya padahal dia masih anak kecil.

Diriwayatkan bahwa dia pernah belajar ilmu hisab di sekolahan milik orang Yahudi dari golongan dzimmi. Lalu berkumpulllah orang-orang Yahudi di sisi sang guru.
Mereka kemudian berbincang-bincang seputar masalah agama, sedangkan Iyas mendengarkan mereka dengan seksama tanpa disadari oleh mereka. Guru itu berkata kepada sahabat-sahabatnya (orang-orang Yahudi tersebut),
“Apakah kalian tidak merasa heran terhadap orang-orang Islam yang mengklaim mereka bisa makan di surga tanpa membuang hajat (kotoran)!!

Lalu Iyas menoleh kepadanya sembari berkata,

“Apakah anda mengizinkanku, wahai guru, untuk berbicara tentang apa yang kalian perbincangkan barusan.?”
Guru itu berkata, “Ya, silahkan.”

Maka anak muda ini berkata,

“Apakah setiap apa yang dimakan di dunia keluar menjadi kotoran?”

Guru berkata, “Tidak.”

Anak muda itu berkata lagi,

“Lalu ke mana perginya makanan yang tidak ke luar itu.?” Guru itu berkata,

“Pergi (hilang) dan menjadi makanan badan (gizi).”

Anak muda itu berkata lagi,

“Lalu apa alasan pengingkaran kalian terhadap sebagian apa yang kita makan di dunia pergi (hilang) dan menjadi makanan badan (gizi) bahwa kelak di surga semuanya menjadi makanan badan?”

Lalu guru itu mengangkat tangannya dan berkata kepadanya,
“Sungguh engkau ini anak yang luar biasa!”

Usia anak muda ini semakin bertambah dari tahun ke tahun dan kecerdasannya terus mengalami kemajuan sehingga beritanya sampai kemana pun dia berada.

Diriwayatkan, bahwa saat memasuki Damaskus dia masih anak kecil (belum mencapai usia baligh), lalu terjadi perselisihan pendapat antara dirinya dan seorang tua, penduduk Damaskus mengenai suatu hak. Ketika dia tidak bisa meyakinkan orangtua tersebut dengan hujjah, maka diapun mengajaknya ke pengadilan.

Ketika keduanya telah berada di hadapan Qadli (hakim), Iyas bersikap keras dan mengeraskan suaranya terhadap lawannya tersebut. Lalu Qadli berkata kepadanya, “Rendahkan suaramu! wahai anak muda sebab lawanmu ini adalah seorang yang tua umur dan kedudukannya.”

Lalu Iyas berkata,
“Akan tetapi, haq (kebenaran) lebih besar (tua) daripada dia.”
Maka Qadli marah kepadanya dan berkata, “Diam!”

Anak muda itu berkata,
“Lalu siapa yang menyampaikan argumentasiku jika aku diam?!”

Maka Qadli semakin marah, dan berkata,
“Sejak masuk majlis peradilan, Aku tidak melihatmu kecuali selalu mengucapkan kebatilan.”
Lalu Iyas berkata,
“ Lâ ilâha illallah wahdahu lâ syarîkalah, apakah ini haq atau batil?”
Qadli terdiam dan berkata,
“Haq, demi Tuhan Ka’bah, itu adalah haq.”

Anak muda al-Muzanni ini kemudian rajin menekuni ilmu dan menimbanya dengan sepuas-puasnya hingga sampai kepada derajat yang menjadikan para syaikh tunduk kepadanya, mengikuti dan berguru di depannya, meskipun dia masih berusia muda.

Pada suatu tahun, Abdul Malik bin Marwan mengadakan kunjungan ke Bashrah sebelum dia menjadi khalifah, lalu dia melihat Iyas yang waktu itu masih seorang pemuda belia dan belum lagi tumbuh kumisnya.
Abdul Malik melihat di belakangnya ada empat orang Qurra‘ (ahli baca al-Qur’an) yang berjenggot dan mengenakan pakaian hijau mereka (pakaian kebesaran orang alim) sementara Iyas ada di hadapan mereka. Lantas, Abdul Malik berkata,
“Percuma dengan orang-orang berjenggot ini. Apakah di antara mereka tidak ada syaikh yang mengetuai mereka.? Maka merekapun menyodorkan anak muda ini.

Kemudian Abdul Malik menoleh kepada Iyas seraya berkata,

“Berapa umurmu wahai anak muda.?”
“Umurku -mudah-mudahan Allah memanjangkan umur Amir (yang menjabat saat itu-red.,)- seusia dengan umur Usamah bin Zaid ketika Rasulullah SAW., mengangkatnya sebagai panglima perang yang di dalamnya ikut serta Abu Bakar dan Umar (Waktu itu umur Usamah belum sampai dua puluh tahun)” Katanya.

Abdul Malik berkata,
“Maju…Majulah wahai anak muda, semoga Allah memberkati kamu.”

Dan pada suatu tahun yang lain, orang-orang sedang ke luar untuk melihat bulan sabit awal Ramadlan dan yang memimpin mereka adalah seorang sahabat agung, Anas bin Malik al-Anshari yang pada waktu itu sudah lanjut usia mendekati seratus tahun.

Orang-orang melihat ke langit dan mereka tidak melihat tanda apa-apa.
Akan tetapi, Anas bin Malik mulai mengamati langit dan berkata,
“Aku sungguh melihat bulan…nah itu dia.” sembari menunjuk ke arah bulan sabit teresbut dengan tangannya namun orang-orang tidak melihat apa-apa.

Ketika itu Iyas melihat Anas bin Malik RA, ternyata ada sehelai rambut panjang menempel di alisnya dan menggantung di depan matanya. Maka Iyas pun dengan soapn minta permisi dan mengulurkan tangannya ke arah sehelai rambut tersebut, lalu mengusapnya dan meratakannya, kemudian berkata kepada Anas,
“Apakah anda masih melihat bulan sabit itu sekarang wahai shahabat Rasulullah?”
Lalu Anas melihat-lihat lagi seraya berkata,
“Tidak, aku tidak melihatnya lagi, aku tidak melihatnya lagi.”

Berita kecerdasan Iyas semakin santer dan menyebar, maka orang-orang berdatangan kepadanya dari berbagai penjuru dan menumpahkan segala permasalahan mereka yang berkenaan dengan ilmu dan agama kepadanya.
Sebagian mereka memang ingin mencari ilmu dan sebagian yang lain hanya ingin menjatuhkan dan mengajaknya berdebat kusir secara batil.
Di antara kisah itu, dikisahkan bahwa ada seorang pejabat besar suatu kawasan datang ke majlisnya, lalu berkata,
“Wahai Abu Wâ‘ilah, apa pendapatmu tentang minuman keras?”
Iyas menjawab, “Haram”
Pejabat itu berkata,
“Apa alasan keharamannya padahal ia hanyalah berupa buah-buahan dan air yang dimasak di atas api dan semua itu adalah boleh-boleh saja, tidak apa-apa.”
Iyas berkata,
“Apakah sudah selesai bicaramu, wahai sang pejabat atau masih ada yang nantinya ingin kau utarakan?”
Pejabat itu berkata, “Ya, sudah itu saja.”
Lalu Iyas berkata,
“Seandainya aku mengambil segenggam air lalu aku pukulkan ke tubuhmu, apakah itu akan menyakitimu?”
Pejabat itu berkata, “Tidak.”
“Seandainya aku mengambil segenggam pasir lalu aku pukulkan ke tubuhmu, apakah itu akan menyakitimu,?” Katanya lagi.
Pejabat itu berkata, “Tidak.”
“Seandainya aku mengambil segenggam lumpur, lalu aku pukulkan ke tubuhmu, apakah itu akan menyakitimu,?” katanya lagi.
Pejabat itu berkata, “Tidak.”
“Seandainya aku mengambil pasir lalu aku lapisi dengan lumpur lalu aku siram air, lalu aku aduk-aduk, kemudian aku jemur kumpulan adukan itu di bawah terik panas matahari hingga kering, kemudian aku pukulkan itu ke tubuhmu, apakah itu akan menyakitimu,?” katanya lagi.
Pejabat itu berkata, “Kalau itu, ya, bahkan bisa membunuhku!.”
Lalu Iyas berkata,
“Begitulah dengan khamar; ketika bahan-bahannya disatukan dan diragikan, maka haram hukumnya.”

Ketika Iyas menjabat sebagai Qadli, banyak tampak jelaslah beberapa sikapnya yang menunjukkan kecerdasanya yang memang demikian berlebihan, keluasan wawasannya dan kemampuannya yang luar biasa di dalam menyingkap kenyataan.

Di antara contohnya, bahwa ada dua orang laki-laki yang berhakim kepadanya. Salah satunya mengklaim telah menitipkan uang kepada sahabatnya itu namun ketika dia memintanya, sahabatnya itu mungkir. Lalu Iyas bertanya kepada si tertuduh (terdakwa) tentang titipan itu tetapi orang itu pun mengingkarinya seraya berkata,
“Bila sahabatku yang menuduhku itu memiliki bukti, maka silahkan dia menghadirkannya. Bila tidak, berarti aku tinggal bersumpah saja.”

Manakala Iyas khawatir orang itu memakan harta dengan sumpahnya, maka dia menoleh ke arah orang yang menitpkan (si pendakwa) sembari berkata kepadanya,
“Di mana anda menitipkan uang kepadanya?”
Orang itu menjawab, “Di tempat anu.”
Iyas berkata, “Benda apa yang ada di tempat itu?”
Orang itu menjawab, “Pohon besar, waktu itu kami duduk-duduk di bawahnya dan makan-makan bersama di bawah naungannya. Ketika kami ingin pulang, aku menyerahkan uang itu kepadanya.”
Iyas berkata lagi kepadanya,
“Pergilah ke tempat yang ada pohonnya itu, barangkali jika kamu telah sampai di sana, kamu akan teringat di mana kamu menaruh uang dan apa yang kamu lakukan dengannya. Kemudian temui aku lagi untuk menyampaikan apa yang kamu lihat.”
Maka orang itu berangkat menuju tempat tersebut sedangkan Iyas berkata kepada si terdakwa,
“Duduklah, sampai temanmu itu datang.”

Lalu orang itu pun duduk. Kemudian Iyas menoleh ke arah orang-orang lain yang memiliki perkara, dan mulai memutuskan perkara mereka sambil melirik secara diam-diam ke arah si terdakwa itu. Hingga ketika dia melihatnya sudah dalam kondisi diam dan tenang, dia menoleh ke arahnya seraya bertanya kepadanya lagi dengan secara tiba-tiba,
“Menurut perkiraanmu, sahabatmu itu telah sampai ke tempat dia menyerahkan uang kepadamu itu atau belum.?” Maka orang itu menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu, “Tentu belum sebab tempat itu amat jauh dari sini.” jawabnya tanpa berpikir panjang.
Ketika itu, Iyas berkata kepadanya,
“Hai musuh Allah, kamu mengingkari telah menyimpan harta itu padahal mengetahui dimana kamu mengambil uang itu? Demi Allah, sungguh kamu ini seorang pengkhianat.!”

Orang itupun bungkam dan mengaku pengkhianatan yang telah dilakukannya. Lalu Iyas menahannya sampai pemiliknya itu datang dan menyuruhnya supaya mengembalikan titipan tersebut kepada pemiliknya.

Contoh lainnya, diriwayatkan bahwa ada dua orang laki-laki saling berselisih kepadanya mengenai dua potong bahan beludru yang yang biasa dipasang ke atas kepala dan disampirkan ke kedua pundak. Salah satunya berwarna hijau, baru dan mahal dan yang satu lagi berwarna merah namun lusuh.
Si pendakwa (penuduh) berkata,
“Pada waktu itu, aku pergi ke telaga untuk mandi, lalu aku meletakkan beludru hijauku bersama pakaianku di pinggir kolam, lalu datanglah orang ini dan meletakkan beledrunya yang berwarna merah di samping milikku, kemudian dia juga turun ke telaga dan ke luar sebelumku. Dia mengenakan pakaiannya dan mengambil beledru milikku lalu mengenakannya ke kepala dan kedua pundaknya. Setelah itu, dia pergi membawanya. Selanjutnya, aku keluar juga dan menyusulnya seraya meminta beledru milikku itu. Akan tetapi, dia malah mengklaim bahwa itu adalah miliknya.”
Lalu Iyas berkata kepada si tersangka,
“Apa jawabmu?”
Orang itu berkata, “Ini adalah beledru milikku dan sudah berada di tanganku.”
Iyas berkata kepada si pendakwa,
“Apakah kamu memiliki bukti?”
Orang itu menjawab, “Tidak.”
Lalu Iyas berkata kepada penjaga pintu rumahnya, “Ambilkan sisir untukku.!”

Lalu sisir dihadirkan untuknya, kemudian Iyas menyisir rambut kedua orang itu, maka keluarlah dari kepala salah satunya bulu (serbuk) berwarna merah dari rontokan bulu bahan beledru, dan dari kepada yang lainnya keluar bulu (serbuk) berwarna hijau. Setelah itu, Iyas memutuskan bahwa beledru berwarna merah untuk orang yang di rambutnya ada bulu (serbuk) merah itu dan beledru hijau untuk orang yang di rambutnya ada bulu (serbuk) hijau. (mengingat biasanya serbuk dari bahan itu suka menempel-red.,)

Contoh lain dari kisah kecerdikannya, bahwa di Kufah ada orang yang berlagak jadi orang lurus, wara’ dan takwa di hadapan orang-orang, sehingga banyak orang yang memujinya. Sebagian mereka malah menaruh kepercayaan kepadanya dengan menitipkan harta jika mereka sedang pergi. Bahkan, ada juga yang mengangkatnya sebagai pemegang wasiat mewakili anak-anak mereka ketika merasakan bahwa ajal mereka telah dekat.

Lalu ada seseorang datang kepadanya dan menitipkan harta. Ketika orang tersebut membutuhkan uangnya, dia memintanya namun orang itu mengingkarinya.

Kemudian si korban itu pergi menghadap Iyas dan melaporkan perihal orang tersebut.

Maka Iyas berkata kepada si pelapor yang menjadi korban ini,
“Apakah orang itu mengetahui kalau kamu datang kemari?” Orang itu menjawab, “Tidak.”
Iyas berkata, “Pergilah dan kembalilah menemuiku besok.!”

Kemudian Iyas mengutus seseorang untuk menemui orang yang diserahi amanat (yang berpenampilan lurus itu) agar menghadapnya. Ketika orang itu datang, Iyas berkata kepadanya,
“Di tanganku terkumpul banyak harta milik anak-anak yatim yang tidak memiliki penanggungjawab. Aku melihat engkaulah orang yang pantas untuk dititipi dan mengangkatmu sebagai penanggungjawab mereka. Apakah rumahmu aman dan waktumu luang untuk hal itu?”
Orang itu berkata, “Ya, wahai Qadli.”
Iyas berkata lagi,
“Kemarilah kamu besok lusa, siapkan tempat untuk harta tersebut serta bawalah bersamamu para tukang panggul untuk memanggulnya.”

Pada hari berikutnya, datanglah orang yang melapor. Maka Iyas berkata kepadanya, “Pergilah kamu kepada temanmu dan mintalah harta darinya. Jika dia ingkar, maka katakanlah kepadanya, “Aku akan laporkan kamu kepada Qadli.”

Lalu orang itu datang kepada temannya tersebut dan meminta hartanya, tetapi dia menolak memberikannya dan mengingkarinya.
Maka orang itu berkata, “Kalau begitu akan aku laporkan kamu kepada Qadli.!”

Ketika mendengar ancaman itu, dia segera menyerahkan hartanya dan menenangkan hatinya.

Kemudian orang itu kembali kepada Iyas dan berkata kepadanya, “Temanku itu telah mengembalikan hartaku dan mudah-mudahan Allah membalas kebaikan tuan.”

Selanjutnya, orang yang diserahi amanat itu datang menghadap Iyas pada hari yang telah dijanjikan dan dia membawa serta para tukang panggul.

Namun yang terjadi, Iyas justeru menghardik dan membongkar kebobrokannya sembari berkata kepadanya,
“Kamu adalah orang yang paling jahat, hai musuh Allah, kamu telah menjadikan agama sebagai umpan dunia.”

Akan tetapi, sekalipun Iyas dikenal sangat cerdas, memilik daya fikir yang kuat dan sangat cepat daya tangkapnya, namun hujjahnya suatu ketika pernah berhadapan dengan seorang yang mampu mementahkan hujjahnya dan memangkas ucapannya serta membungkamnya.
Mengenai hal itu, dia menceritakan,
“Tidak ada orang yang dapat mengalahkanku kecuali seorang saja, yaitu ketika aku berada di majlis persidangan di kota Bashrah. Saat itu, seseorang menemuiku dan bersaksi di sisiku bahwa kebun “anu” adalah milik si fulan, lalu dia menyebutkan letak geografisnya kepadaku.”

Saat itu, aku ingin menguji kesaksiannya seraya bertanya kepadanya,
“Berapa jumlah pohon yang ada di kebun tersebut?”
Lalu orang itu menunduk sebentar, kemudian mengangkat kepalanya dan balik bertanya,
“Sudah berapa lama tuan menjadi Qadli di sini?”
“Sejak sekian tahun,” jawabku.
Lalu orang itu bertanya lagi,
“Berapa jumlah kayu atap tempat (majlsi) ini?”

Namun karena tidak tahu, aku berkata kepadanya,
“Kebenaran berada di pihakmu.!” Kemudian aku menerima kesaksiannya.

Ketika Iyas telah berumur tujuh puluh enam tahun, dia melihat di dalam mimpinya bahwa dirinya dan ayahnya masing-masing menunggangi kuda, lalu keduanya berbalapan, namun anehnya dia tidak bisa membalap ayahnya dan ayahnya juga tidak bisa membalapnya. Saat meninggal dunia dulu, ayahnya berumur tujuh puluh enam tahun.

Pada suatu malam, Iyas rebahan di atas tempat tidurnya dan berkata kepada keluarganya,
“Tahukah kalian malam apa ini?”
Mereka menjawab, “Tidak.”
Iyas berkata,
“Pada malam ini, ayahku melengkapi umurnya (wafat).”
Dan pada pagi harinya, mereka menemukannya telah wafat.
Mudah-mudahan Allah merahmati Iyas, sang Qadli. Sungguh dia adalah orang langka dan tanda keajaiban zaman dalam hal kecerdikan, kecerdasan, mencari kebenaran dan menggapainya. 



Minggu, 12 Juni 2011

RTC selesai


Assalamu'alaikum warohmatullaohiwabarokatuh, Mohon maaf untuk Bapak Ibu yang sedang membaca dengan sehubungan pengumuman ditunjukan kepada seluruh pengurus ROHIS bahwa hari sabtu 11 juni 2011 RTCnya sudah selesai



YE....YE.....Ye.....Ye......

Inilah Masjid Ulba(karpetnya bersih)
amar ngalamun

Minggu, 05 Juni 2011

SIKSA BAGI ORANG YANG TIDAK MENGERJAKAN SHOLAT

QS. Al Mudasir : 42-43 ( percakapan ahli surga dengan ahli neraka )
Qs.74 : 42 “  Apakah yang memasukan kamu ke dalam Saqor ? “
Qs. 74 : 43 “ Mereka menjawab : Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan solat “


Ada 15 perkara siksa bagi orang yang tak melaksanakan solat a.l:
1.     .   6 perkaraa siksa di dunia
2.       3 perkara saat sakaratul maut
3.      .  3 perkara siksa di kubur
4.      .  3 perkara pada hari kiamat waktu akan dikeluarkan dalam kubur
Ad 1.
6 perkara siksa di dunia a.l:
1.     - Akan dihilangkan berkah umurnya
2.      -Akan dihilangkan keberkahan riskinya
3.      -Wajah kesholihannya akan hilang
4.      -Ibadahnya itu tak akan berpahala
5.      -Doanya tidak akan diterima
6.      -Tidak akan mendapat bagian orang-orang sholeh
Ad 2.
3 perkara saat sakarotul maut a.l :
1.      -Mati dengan kesengsaraan/hina
2.      -Nyawanya ditempatkan pada kafan yang paling jelek
3.      -Mati dalam kondisi kelaparan dan kehausan
Ad 3.
3 perkara siksa di kubur
1.      -Ditemani oleh malaikat yang serba menakutkan
2.      -Kuburanya digelapkan
3.      -Kuburanya disempitkan
Ad 4.
3 perkara siksa pada hari kiamat waktu akan dikeluarkan dari kubur
1.      -Malaikat akan menyeret dengan wajahnya disaksikan oleh semua mahluk
2.      -Tidak akan diperhatikan oleh Allah
3.      -Wajahnya keluar dari kubur seperti babi hutan


Senin, 16 Mei 2011

Cerita

Si Cerdas " Iyas bin Mu'awiyah Al- Muzani "

  
Assalamuallaikum wr.wb

Mencari tahu,mempelajari dan meneladani sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW, maupun sahabat nya sahabat Rasulullah SAW adalah hal yang tepat untuk dilakukan di waktu senggang kita ini..kita jadi tahu bagaimana kondisi umat islam terdahulu dan betapa unggul dan hebatnya mereka pada zamannya.
Selain itu banyak banget kisah-kisah menarik yang sarat akan inspirasi dan suri Tauladan yang sayang untuk di lewat kan..

berikut adalah kisah Si Cerdas Iyas yang kami kutip dari http://www.kisah.web.id.. Keberanian ‘Amr ditambah ketoleransian Hatim ditambah kelemahlembutan Ahnaf ditambah kecerdasan Iyas.”(Abu Tammam)

Semalaman Amirul mukminin, Umar bin Abdul Aziz, tidak dapat tidur, matanya susah terpejam dan beliau diliputi kegelisahan yang amat sangat. Pada malam yang dingin saat keberadaannya di Damaskus, beliau sedang sibuk memikirkan siapa yang bakal dipilih menjadi Qadli (hakim) untuk kawasan Bashrah (suatu kota yang dibangun oleh kaum muslimin setelah Irak ditaklukkan mereka.) yang kelak akan menegakkan keadilan di tengah masyarakat, memberikan putusan sesuai dengan hukum Allah dan dalam menegakkan al-Haq, dia tidak sedikitpun takut baik di saat senang ataupun ketakutan.

Pilihannya hanya tertuju pada dua orang yang sama-sama kredibel, memiliki pemahaman agama yang baik, tegar di dalam menegakkan kebenaran, memiliki pemikiran yang bercahaya dan jeli di dalam memandang sesuatu.

Setiap kali beliau mendapatkan kelebihan pada salah satunya dalam satu sisi, beliau juga menemukan kelebihan itu ada pada yang satunya lagi dalam sisi yang lain.

Pada pagi harinya, beliau memanggil gubernur untuk Irak, ‘Adiy bin Artha‘ah -yang ketika sedang berada di sisinya di Damaskus- seraya berkata kepadanya,

“Wahai ‘Adiy, pertemukanlah antara Iyas bin Muawiyah al-Muzanni dan al-Qasim bin Rabi’ah al-Haritsi. Berbicaralah kepada keduanya mengenai peradilan Bashrah dan pilihlah salah satu dari keduanya sebagai Qadli.”
Adiy berkata,

“Sam’an wa tha’atan, (mendengar dan patuh) terhadap titahmu, wahai Amirul mu’minin.”

Akhirnya, Adiy bin Artha‘ah mempertemukan antara Iyas dan al-Qasim seraya berkata,

“Sesungguhnya Amirul mu’minin- mudah-mudahan Allah memanjangkan umurnya- menyuruhku supaya mengangkat salah satu dari anda berdua untuk menjadi Qadli di Bashrah, bagaimana pendapat kalian?”

Maka masing-masing mereka berbicara tentang kawannya, bahwa dia lebih berhak daripada dirinya dengan jabatan ini dan menyinggung keutamaan, ilmu dan fiqihnya serta hal-hal lainnya.
Adiy berkata,

“Kalian berdua tidak boleh meningalkan majlisku ini kecuali bila telah kalian selesaikan urusan ini.”

Lalu Iyas berkata kepadanya,

“Wahai gubernur, ‘Tanyakanlah kepada dua orang ahli fiqih Irak; al-Hasan al-Bashri (sudah dibahas tentangnya pada kajian sebelumnya-red.,) dan Muhammad bin Sirin (juga telah dibahas-red.,) tentang saya dan al-Qasim, karena keduanya adalah orang yang paling bisa membedakan antara kami berdua.”

Pada waktu sebelumnya, al-Qasim banyak mengunjungi kedua ahli fiqih tersebut, sedangkan Iyas tidak ada hubungan sama sekali dengan keduanya. Maka tahulah al-Qasim bahwa Iyas sebenarnya ingin melibatkannya (sehingga menjadi Qadli dimana mereka berdua saling menolaknya-red.,).

Demikian juga, bila sang Amir (gubernur) meminta pendapat kepada keduanya, maka keduanya selalu menunjuk ke dirinya bukan orang yang bersamanya (Iyas).
Maka, dia langsung menoleh ke arah gubernur seraya berkata,

“Wahai Amir, jangan tanyakan lagi kepada siapa pun tentangku dan dia.!
Demi Allah Yang tidak ada Tuhan yang haq selain Dia, sesungguhnya Iyas adalah orang yang lebih faham tentang agama Allah dan lebih mengerti tentang peradilan daripadaku.
Jika aku berdusta di dalam sumpahku ini, maka engkau tidak boleh menunjukku sebagi Qadli, karena sudah saya melakukan kebohongan.
Dan jika aku berkata jujur, maka engkau juga tidak boleh menunjuk orang yang kurang keutamaannya padahal ada orang yang lebih utama darinya!.”

Maka Iyas menoleh ke arah gubernur dan berkata kepadanya,

“Wahai gubernur, sesungguhnya telah menghadirkan seseorang untuk engkau jadikan sebagai Qadli, namun engkau menghentikannya di pinggir neraka Jahannam, lalu dia berusaha menyelamatkan dirinya dengan sumpah palsunya yang senantiasa dia mohonkan agar Allah mengampuninya dan dia dapat selamat dari apa yang dia takutkan.”

Adiy berkata kepadanya,

“Seungguhnya orang yang memiliki pemahaman sepertimu ini amat pantas untuk dijadikan Qadli.” Kemudian dia menunjuknya sebagai Qadli di Bashrah.

Siapakah orang yang telah dipilih Khalifah yang zuhud, Umar bin Abdul Aziz sebagai Qadli di Bashrah ini?
Siapakah dia orang yang karena kecerdasan, kecerdikan dan kecepatan pemahamannya itu dijadikan perumpamaan sebagaimana terjadi terhadap Hatim ath-Tha‘iy karena kedermawanannya, atau al-Ahnaf bin Qais karena kelemahlembutannya dan ‘Amr bin Mu’dikarib karena keberaniannya?.
Sehingga membuat Abu Tammam menguntai syair saat memuji Ahmad bin al-Mu’tashim,
Keberanian ‘Amr ditambah ketoleransian Hatim
Ditambah kelemahlembutan Ahnaf ditambah kecerdasan Iyas

Marilah kita mulai riwayat hidup tokoh kita ini dari awal. Tokoh ini memiliki riwayat hidup yang amat mengesankan dan tiadaduanya dalam rangkaian riwayat-riwayat hidup yang ada.

Iyas bin Mu’awiyah bin Qurrah al-Muzani dilahirkan pada tahun 46 H di kawasan Yamamah, Najd. Lalu pindah bersama keluarganya ke Bashrah yang kemudian di sana dia besar dan belajar.

Pada masa kecilnya dia sudah bolak-balik ke Damaskus dan menimba ilmu kepada para sahabat agung yang masih hidup dan para pemuka Tabi’in.

Anak ini sejak kecil telah menampakkan tanda-tanda kecerdikan dan kecerdasannya. Orang-orang mulai menjadikannya buah bibir dalam berita-berita dan hal-hal langka yang ada padanya padahal dia masih anak kecil.

Diriwayatkan bahwa dia pernah belajar ilmu hisab di sekolahan milik orang Yahudi dari golongan dzimmi. Lalu berkumpulllah orang-orang Yahudi di sisi sang guru.
Mereka kemudian berbincang-bincang seputar masalah agama, sedangkan Iyas mendengarkan mereka dengan seksama tanpa disadari oleh mereka. Guru itu berkata kepada sahabat-sahabatnya (orang-orang Yahudi tersebut),
“Apakah kalian tidak merasa heran terhadap orang-orang Islam yang mengklaim mereka bisa makan di surga tanpa membuang hajat (kotoran)!!

Lalu Iyas menoleh kepadanya sembari berkata,

“Apakah anda mengizinkanku, wahai guru, untuk berbicara tentang apa yang kalian perbincangkan barusan.?”
Guru itu berkata, “Ya, silahkan.”

Maka anak muda ini berkata,

“Apakah setiap apa yang dimakan di dunia keluar menjadi kotoran?”

Guru berkata, “Tidak.”

Anak muda itu berkata lagi,

“Lalu ke mana perginya makanan yang tidak ke luar itu.?” Guru itu berkata,

“Pergi (hilang) dan menjadi makanan badan (gizi).”

Anak muda itu berkata lagi,

“Lalu apa alasan pengingkaran kalian terhadap sebagian apa yang kita makan di dunia pergi (hilang) dan menjadi makanan badan (gizi) bahwa kelak di surga semuanya menjadi makanan badan?”

Lalu guru itu mengangkat tangannya dan berkata kepadanya,
“Sungguh engkau ini anak yang luar biasa!”

Usia anak muda ini semakin bertambah dari tahun ke tahun dan kecerdasannya terus mengalami kemajuan sehingga beritanya sampai kemana pun dia berada.

Diriwayatkan, bahwa saat memasuki Damaskus dia masih anak kecil (belum mencapai usia baligh), lalu terjadi perselisihan pendapat antara dirinya dan seorang tua, penduduk Damaskus mengenai suatu hak. Ketika dia tidak bisa meyakinkan orangtua tersebut dengan hujjah, maka diapun mengajaknya ke pengadilan.

Ketika keduanya telah berada di hadapan Qadli (hakim), Iyas bersikap keras dan mengeraskan suaranya terhadap lawannya tersebut. Lalu Qadli berkata kepadanya, “Rendahkan suaramu! wahai anak muda sebab lawanmu ini adalah seorang yang tua umur dan kedudukannya.”

Lalu Iyas berkata,
“Akan tetapi, haq (kebenaran) lebih besar (tua) daripada dia.”
Maka Qadli marah kepadanya dan berkata, “Diam!”

Anak muda itu berkata,
“Lalu siapa yang menyampaikan argumentasiku jika aku diam?!”

Maka Qadli semakin marah, dan berkata,
“Sejak masuk majlis peradilan, Aku tidak melihatmu kecuali selalu mengucapkan kebatilan.”
Lalu Iyas berkata,
“ Lâ ilâha illallah wahdahu lâ syarîkalah, apakah ini haq atau batil?”
Qadli terdiam dan berkata,
“Haq, demi Tuhan Ka’bah, itu adalah haq.”

Anak muda al-Muzanni ini kemudian rajin menekuni ilmu dan menimbanya dengan sepuas-puasnya hingga sampai kepada derajat yang menjadikan para syaikh tunduk kepadanya, mengikuti dan berguru di depannya, meskipun dia masih berusia muda.

Pada suatu tahun, Abdul Malik bin Marwan mengadakan kunjungan ke Bashrah sebelum dia menjadi khalifah, lalu dia melihat Iyas yang waktu itu masih seorang pemuda belia dan belum lagi tumbuh kumisnya.
Abdul Malik melihat di belakangnya ada empat orang Qurra‘ (ahli baca al-Qur’an) yang berjenggot dan mengenakan pakaian hijau mereka (pakaian kebesaran orang alim) sementara Iyas ada di hadapan mereka. Lantas, Abdul Malik berkata,
“Percuma dengan orang-orang berjenggot ini. Apakah di antara mereka tidak ada syaikh yang mengetuai mereka.? Maka merekapun menyodorkan anak muda ini.

Kemudian Abdul Malik menoleh kepada Iyas seraya berkata,

“Berapa umurmu wahai anak muda.?”
“Umurku -mudah-mudahan Allah memanjangkan umur Amir (yang menjabat saat itu-red.,)- seusia dengan umur Usamah bin Zaid ketika Rasulullah SAW., mengangkatnya sebagai panglima perang yang di dalamnya ikut serta Abu Bakar dan Umar (Waktu itu umur Usamah belum sampai dua puluh tahun)” Katanya.

Abdul Malik berkata,
“Maju…Majulah wahai anak muda, semoga Allah memberkati kamu.”

Dan pada suatu tahun yang lain, orang-orang sedang ke luar untuk melihat bulan sabit awal Ramadlan dan yang memimpin mereka adalah seorang sahabat agung, Anas bin Malik al-Anshari yang pada waktu itu sudah lanjut usia mendekati seratus tahun.

Orang-orang melihat ke langit dan mereka tidak melihat tanda apa-apa.
Akan tetapi, Anas bin Malik mulai mengamati langit dan berkata,
“Aku sungguh melihat bulan…nah itu dia.” sembari menunjuk ke arah bulan sabit teresbut dengan tangannya namun orang-orang tidak melihat apa-apa.

Ketika itu Iyas melihat Anas bin Malik RA, ternyata ada sehelai rambut panjang menempel di alisnya dan menggantung di depan matanya. Maka Iyas pun dengan soapn minta permisi dan mengulurkan tangannya ke arah sehelai rambut tersebut, lalu mengusapnya dan meratakannya, kemudian berkata kepada Anas,
“Apakah anda masih melihat bulan sabit itu sekarang wahai shahabat Rasulullah?”
Lalu Anas melihat-lihat lagi seraya berkata,
“Tidak, aku tidak melihatnya lagi, aku tidak melihatnya lagi.”

Berita kecerdasan Iyas semakin santer dan menyebar, maka orang-orang berdatangan kepadanya dari berbagai penjuru dan menumpahkan segala permasalahan mereka yang berkenaan dengan ilmu dan agama kepadanya.
Sebagian mereka memang ingin mencari ilmu dan sebagian yang lain hanya ingin menjatuhkan dan mengajaknya berdebat kusir secara batil.
Di antara kisah itu, dikisahkan bahwa ada seorang pejabat besar suatu kawasan datang ke majlisnya, lalu berkata,
“Wahai Abu Wâ‘ilah, apa pendapatmu tentang minuman keras?”
Iyas menjawab, “Haram”
Pejabat itu berkata,
“Apa alasan keharamannya padahal ia hanyalah berupa buah-buahan dan air yang dimasak di atas api dan semua itu adalah boleh-boleh saja, tidak apa-apa.”
Iyas berkata,
“Apakah sudah selesai bicaramu, wahai sang pejabat atau masih ada yang nantinya ingin kau utarakan?”
Pejabat itu berkata, “Ya, sudah itu saja.”
Lalu Iyas berkata,
“Seandainya aku mengambil segenggam air lalu aku pukulkan ke tubuhmu, apakah itu akan menyakitimu?”
Pejabat itu berkata, “Tidak.”
“Seandainya aku mengambil segenggam pasir lalu aku pukulkan ke tubuhmu, apakah itu akan menyakitimu,?” Katanya lagi.
Pejabat itu berkata, “Tidak.”
“Seandainya aku mengambil segenggam lumpur, lalu aku pukulkan ke tubuhmu, apakah itu akan menyakitimu,?” katanya lagi.
Pejabat itu berkata, “Tidak.”
“Seandainya aku mengambil pasir lalu aku lapisi dengan lumpur lalu aku siram air, lalu aku aduk-aduk, kemudian aku jemur kumpulan adukan itu di bawah terik panas matahari hingga kering, kemudian aku pukulkan itu ke tubuhmu, apakah itu akan menyakitimu,?” katanya lagi.
Pejabat itu berkata, “Kalau itu, ya, bahkan bisa membunuhku!.”
Lalu Iyas berkata,
“Begitulah dengan khamar; ketika bahan-bahannya disatukan dan diragikan, maka haram hukumnya.”

Ketika Iyas menjabat sebagai Qadli, banyak tampak jelaslah beberapa sikapnya yang menunjukkan kecerdasanya yang memang demikian berlebihan, keluasan wawasannya dan kemampuannya yang luar biasa di dalam menyingkap kenyataan.

Di antara contohnya, bahwa ada dua orang laki-laki yang berhakim kepadanya. Salah satunya mengklaim telah menitipkan uang kepada sahabatnya itu namun ketika dia memintanya, sahabatnya itu mungkir. Lalu Iyas bertanya kepada si tertuduh (terdakwa) tentang titipan itu tetapi orang itu pun mengingkarinya seraya berkata,
“Bila sahabatku yang menuduhku itu memiliki bukti, maka silahkan dia menghadirkannya. Bila tidak, berarti aku tinggal bersumpah saja.”

Manakala Iyas khawatir orang itu memakan harta dengan sumpahnya, maka dia menoleh ke arah orang yang menitpkan (si pendakwa) sembari berkata kepadanya,
“Di mana anda menitipkan uang kepadanya?”
Orang itu menjawab, “Di tempat anu.”
Iyas berkata, “Benda apa yang ada di tempat itu?”
Orang itu menjawab, “Pohon besar, waktu itu kami duduk-duduk di bawahnya dan makan-makan bersama di bawah naungannya. Ketika kami ingin pulang, aku menyerahkan uang itu kepadanya.”
Iyas berkata lagi kepadanya,
“Pergilah ke tempat yang ada pohonnya itu, barangkali jika kamu telah sampai di sana, kamu akan teringat di mana kamu menaruh uang dan apa yang kamu lakukan dengannya. Kemudian temui aku lagi untuk menyampaikan apa yang kamu lihat.”
Maka orang itu berangkat menuju tempat tersebut sedangkan Iyas berkata kepada si terdakwa,
“Duduklah, sampai temanmu itu datang.”

Lalu orang itu pun duduk. Kemudian Iyas menoleh ke arah orang-orang lain yang memiliki perkara, dan mulai memutuskan perkara mereka sambil melirik secara diam-diam ke arah si terdakwa itu. Hingga ketika dia melihatnya sudah dalam kondisi diam dan tenang, dia menoleh ke arahnya seraya bertanya kepadanya lagi dengan secara tiba-tiba,
“Menurut perkiraanmu, sahabatmu itu telah sampai ke tempat dia menyerahkan uang kepadamu itu atau belum.?” Maka orang itu menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu, “Tentu belum sebab tempat itu amat jauh dari sini.” jawabnya tanpa berpikir panjang.
Ketika itu, Iyas berkata kepadanya,
“Hai musuh Allah, kamu mengingkari telah menyimpan harta itu padahal mengetahui dimana kamu mengambil uang itu? Demi Allah, sungguh kamu ini seorang pengkhianat.!”

Orang itupun bungkam dan mengaku pengkhianatan yang telah dilakukannya. Lalu Iyas menahannya sampai pemiliknya itu datang dan menyuruhnya supaya mengembalikan titipan tersebut kepada pemiliknya.

Contoh lainnya, diriwayatkan bahwa ada dua orang laki-laki saling berselisih kepadanya mengenai dua potong bahan beludru yang yang biasa dipasang ke atas kepala dan disampirkan ke kedua pundak. Salah satunya berwarna hijau, baru dan mahal dan yang satu lagi berwarna merah namun lusuh.
Si pendakwa (penuduh) berkata,
“Pada waktu itu, aku pergi ke telaga untuk mandi, lalu aku meletakkan beludru hijauku bersama pakaianku di pinggir kolam, lalu datanglah orang ini dan meletakkan beledrunya yang berwarna merah di samping milikku, kemudian dia juga turun ke telaga dan ke luar sebelumku. Dia mengenakan pakaiannya dan mengambil beledru milikku lalu mengenakannya ke kepala dan kedua pundaknya. Setelah itu, dia pergi membawanya. Selanjutnya, aku keluar juga dan menyusulnya seraya meminta beledru milikku itu. Akan tetapi, dia malah mengklaim bahwa itu adalah miliknya.”
Lalu Iyas berkata kepada si tersangka,
“Apa jawabmu?”
Orang itu berkata, “Ini adalah beledru milikku dan sudah berada di tanganku.”
Iyas berkata kepada si pendakwa,
“Apakah kamu memiliki bukti?”
Orang itu menjawab, “Tidak.”
Lalu Iyas berkata kepada penjaga pintu rumahnya, “Ambilkan sisir untukku.!”

Lalu sisir dihadirkan untuknya, kemudian Iyas menyisir rambut kedua orang itu, maka keluarlah dari kepala salah satunya bulu (serbuk) berwarna merah dari rontokan bulu bahan beledru, dan dari kepada yang lainnya keluar bulu (serbuk) berwarna hijau. Setelah itu, Iyas memutuskan bahwa beledru berwarna merah untuk orang yang di rambutnya ada bulu (serbuk) merah itu dan beledru hijau untuk orang yang di rambutnya ada bulu (serbuk) hijau. (mengingat biasanya serbuk dari bahan itu suka menempel-red.,)

Contoh lain dari kisah kecerdikannya, bahwa di Kufah ada orang yang berlagak jadi orang lurus, wara’ dan takwa di hadapan orang-orang, sehingga banyak orang yang memujinya. Sebagian mereka malah menaruh kepercayaan kepadanya dengan menitipkan harta jika mereka sedang pergi. Bahkan, ada juga yang mengangkatnya sebagai pemegang wasiat mewakili anak-anak mereka ketika merasakan bahwa ajal mereka telah dekat.

Lalu ada seseorang datang kepadanya dan menitipkan harta. Ketika orang tersebut membutuhkan uangnya, dia memintanya namun orang itu mengingkarinya.

Kemudian si korban itu pergi menghadap Iyas dan melaporkan perihal orang tersebut.

Maka Iyas berkata kepada si pelapor yang menjadi korban ini,
“Apakah orang itu mengetahui kalau kamu datang kemari?” Orang itu menjawab, “Tidak.”
Iyas berkata, “Pergilah dan kembalilah menemuiku besok.!”

Kemudian Iyas mengutus seseorang untuk menemui orang yang diserahi amanat (yang berpenampilan lurus itu) agar menghadapnya. Ketika orang itu datang, Iyas berkata kepadanya,
“Di tanganku terkumpul banyak harta milik anak-anak yatim yang tidak memiliki penanggungjawab. Aku melihat engkaulah orang yang pantas untuk dititipi dan mengangkatmu sebagai penanggungjawab mereka. Apakah rumahmu aman dan waktumu luang untuk hal itu?”
Orang itu berkata, “Ya, wahai Qadli.”
Iyas berkata lagi,
“Kemarilah kamu besok lusa, siapkan tempat untuk harta tersebut serta bawalah bersamamu para tukang panggul untuk memanggulnya.”

Pada hari berikutnya, datanglah orang yang melapor. Maka Iyas berkata kepadanya, “Pergilah kamu kepada temanmu dan mintalah harta darinya. Jika dia ingkar, maka katakanlah kepadanya, “Aku akan laporkan kamu kepada Qadli.”

Lalu orang itu datang kepada temannya tersebut dan meminta hartanya, tetapi dia menolak memberikannya dan mengingkarinya.
Maka orang itu berkata, “Kalau begitu akan aku laporkan kamu kepada Qadli.!”

Ketika mendengar ancaman itu, dia segera menyerahkan hartanya dan menenangkan hatinya.

Kemudian orang itu kembali kepada Iyas dan berkata kepadanya, “Temanku itu telah mengembalikan hartaku dan mudah-mudahan Allah membalas kebaikan tuan.”

Selanjutnya, orang yang diserahi amanat itu datang menghadap Iyas pada hari yang telah dijanjikan dan dia membawa serta para tukang panggul.

Namun yang terjadi, Iyas justeru menghardik dan membongkar kebobrokannya sembari berkata kepadanya,
“Kamu adalah orang yang paling jahat, hai musuh Allah, kamu telah menjadikan agama sebagai umpan dunia.”

Akan tetapi, sekalipun Iyas dikenal sangat cerdas, memilik daya fikir yang kuat dan sangat cepat daya tangkapnya, namun hujjahnya suatu ketika pernah berhadapan dengan seorang yang mampu mementahkan hujjahnya dan memangkas ucapannya serta membungkamnya.
Mengenai hal itu, dia menceritakan,
“Tidak ada orang yang dapat mengalahkanku kecuali seorang saja, yaitu ketika aku berada di majlis persidangan di kota Bashrah. Saat itu, seseorang menemuiku dan bersaksi di sisiku bahwa kebun “anu” adalah milik si fulan, lalu dia menyebutkan letak geografisnya kepadaku.”

Saat itu, aku ingin menguji kesaksiannya seraya bertanya kepadanya,
“Berapa jumlah pohon yang ada di kebun tersebut?”
Lalu orang itu menunduk sebentar, kemudian mengangkat kepalanya dan balik bertanya,
“Sudah berapa lama tuan menjadi Qadli di sini?”
“Sejak sekian tahun,” jawabku.
Lalu orang itu bertanya lagi,
“Berapa jumlah kayu atap tempat (majlsi) ini?”

Namun karena tidak tahu, aku berkata kepadanya,
“Kebenaran berada di pihakmu.!” Kemudian aku menerima kesaksiannya.

Ketika Iyas telah berumur tujuh puluh enam tahun, dia melihat di dalam mimpinya bahwa dirinya dan ayahnya masing-masing menunggangi kuda, lalu keduanya berbalapan, namun anehnya dia tidak bisa membalap ayahnya dan ayahnya juga tidak bisa membalapnya. Saat meninggal dunia dulu, ayahnya berumur tujuh puluh enam tahun.

Pada suatu malam, Iyas rebahan di atas tempat tidurnya dan berkata kepada keluarganya,
“Tahukah kalian malam apa ini?”
Mereka menjawab, “Tidak.”
Iyas berkata,
“Pada malam ini, ayahku melengkapi umurnya (wafat).”
Dan pada pagi harinya, mereka menemukannya telah wafat.
Mudah-mudahan Allah merahmati Iyas, sang Qadli. Sungguh dia adalah orang langka dan tanda keajaiban zaman dalam hal kecerdikan, kecerdasan, mencari kebenaran dan menggapainya. 



MSDM

Assalamu'alaikum,
Teman pernahkah kalian sadar akan waktu, sebenarnya hidup ini untuk apa? Disaat kalian berjalan, disaat kalian berbicara, disaat kalian tertawa, ataupun disaat kalian sedang membaca, apa yang ada dalam pikiran kalian? Hanya sesuatu yang sesaat, termenung hingga botak, apa yang kalian pikirkan? Mengapa kalian ada dunia? Siapa sebenarnya diri kalian? atau apalah yang tidak bisa kalian pikirkan.

Jangan percaya dengan hal dunia karena yang dunia hanyalah tipudaya muslihat....

Curhat donk

         Assalamu'alaikum, kadang yang namanya kejengkelan ato perasaan di hati yang nyusain jadi pikiran. G semua orang bisa mengatasi dengan pemikiran praktis. Mungkinkah semua masalah akan hilang dengan sendirinya? Jawabnya mungkin iya, juga bisa tidak tapi banyak tidaknya, betul tidak?
Bagi teman-teman yang punya unek unek silahkan komentar saja di post ini, mungkin saja ada yang baca (dean tapine).

Majelis Pengembangan Dakwah

Assalamu'alaikum,

Majelis Kesejahteraan Masjid

Assalamu'alaikum,

Musyarokah

Assalamu'alaikum,

Sabtu, 30 April 2011

RTC

Assalamu'alaikum,

RTC pa itu?

RTC adalah singkatan dari Rohis Training Center
yang dimaksudkan untuk mendidik adek-adek kelas untuk bisa melanjutkan kepengurusan selanjutnya, adapun acaranya sudah disepakati secara sepihak yaitu pada pada hari kamis selama 4 minggu.

Materi minggu pertama : Fiqih
tugas untuk kamis minggu pertama :
1. Membuat struktur Rohis 2010/2011 disertai tanda tangan PH-CO
    (cuman PH sama COnya ja, yg ikhwan ke pengurus ikhwan yg ahkwat jg ke akhwat tok)
2. Menulis Jabatan yang diinginkan di Rohis dan di Organisasi lain(sing penting ja rokris karo rokhat) yang
    diikuti beserta alasan. Ditulis dalam bentuk essay (sing ora ngerti essay kwe tulisan sing dawa-dawa kya
    argumentlah) di folio bergaris min 0,5 halaman.
3. Membuat co-card  semenarik mungkin, dengan bahan utama bebas asal jangan pake
   kertas(klo dus gmn mas? mmnurutmu gerdus kwe kertas pa dudu) Formatnya :

nama
kelas
jabatan

4. Menghafal Q.S. Asy-Syam 1-8 dan atau Q.S. An-Naba 1-20

Materi minggu ke-2 : Cara dakwah
tugas untuk kamis minggu ke-2 :
1. Masih RHS

Materi minggu ke-3 : Politik
tugas untuk kamis minggu ke-3:
1. ora tidokan

Materi minggu ke-4  : Ngobrol
tugas untuk kamis minggu ke-4 :
1. .........

Rabu, 27 April 2011

Mading ULBA

Assalamualaikum waroh matullohi wabarokatuh
Mading Ulba terbit setiap 2 bulan sekali, jangan salah walaupun 2 bulan sekali isinya pasti selalu di update.
Bagi yang pengin baca-baca silahkan datang ke sebelah pintu lab TIK barat. Jangan sampai kamu ketinggalan info makanya baca mading "ulba".
Teman-teman mungkin sebentar lagi akan terbit edisi yang baru, soalnya terakhir itu bulan Februari, tunggu edisinya y! jangan sampai kalian tidak tahu, dan bagi yang ingin mengkritik atau saran bisa juga yang ingin hasil karyanya bisa ditempel di mading kami silahkan kirimkan ke tim redaksi kami atau masukan dalam kotak saran depan masjid Ulba.

Jumat, 08 April 2011

ILA NA'AM

Assalamu'alaikum ya akhi wa ukhti, kaifahaluq?
insyaAllah ana bilChoiril alhamdulillah,
Temen-temen mungkin belum tau ya ternyata majelis Ulba itu punya blog lain lho! ni pun baru tertelusuri beberapa mungkin ada yang lain lagi, tapi kalo ada banyak ga yang mbaca ya percuma ya?
untuk temen Rohis Smansa monggoh kito sareng-sareng mriksani blog Majelis Ulba paling mboten ngertos alamat Blognya ya!kalo bisa dipromosikan biar banyak yang liat.
nantinya kedepan Ulba akan dibaguskan lagi agar banyak yang baca, tentunya dengan topik yang lebih menarik, tunggu saja ya, silahkan baca seadanya dulu !

Inilah hasil penelusuran Ulba untuk blog dari angkatan sebelumnya :
www.ululalbabsmansa.blogspot.com
www.ululalbab.blogspot.com
www.ulul-albab.4t.com

Jumat, 01 April 2011

Syirik dan Bid'ah

Syirik (menyekutukan Allah)

a). Definisi: Syirik adalah lawan kata dari tauhid. Yaitu sikap menyekutukan Allah secara zat, sifat, perbuatan dan ibadah. Adapun syirik secara zat adalah dengan meyakini bahwa zat Allah seperti zat makhluk-Nya. Aqidah ini dianut oleh kelompok mujassimah. Syirik secara sifat artinya: seseorang meyakini bahwa sifat-sifat makhluk sama dengan sifat-sifat Allah. Dengan kata lain bahwa makhluk mempunyai sifat-sifat seperti sifat-sifat Allah, tidak ada bedanya sama sekali. Syirik secara perbuatan artinya: seseorang meyakini bahwa makhluk mengatur alam semesta dan rezki manusia seperti yang telah diperbuat Allah selama ini. Sedangkan syirik secara ibadah artinya: seseorang menyembah selain Allah dan mengagungkannya seperti mengagungkan Allah serta mencintainya seperti mencintai Allah. Syirik-syirik dalam pengertian tersebut secara eksplisit maupun implisit telah ditolak oleh Islam. karenanya seorang muslim harus benar-benar hat-hati dan menghindar jauh-jauh dari syirik-syirik seperti yang telah diterangkan di atas.

b) Bentuk-bentuk Syirik: Pertama, menyembah patung atau berhala (al ashnaam). Allah swt. dalam surat Al-Hajj:30 berfirman, “maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta”. Dalam surat Maryam:42 diceritakan bahwa Nabi Ibrahim menegur ayahnya karena menyembah patung: Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?”


Kedua, menyembah matahari, dalam surat Al-A’raaf:54 Allah menolak orang-orang yang menyembah matahari, bulan dan bintang, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. Lalu dalam surat Fushshilat:37 lebih tegas lagi Allah berfirman, “Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”.

Ketiga, menyembah malaikat dan jin, dalam surat Al-An’aam:100 Allah berfirman: Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan), “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan”. Dalam surat Saba’:40-41, “Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat, “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?”. Malaikat-malaikat itu menjawab, “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”.

Keempat, menyembah para nabi, seperti Nabi Isa as. yang disembah kaum Nasrani dan Uzair yang disembah kaum Yahudi. Keduanya sama-sama dianggap anak Allah. Allah berfirman, “Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata, “Al-Masih itu putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (At-Taubah:30). Dalam surat Al-Maidah:72, “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah adalah Al-Masih putra Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun”.

Kelima, Menyembah Rahib atau Pendeta, Allah berfirman, “Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. Adi bin Hatim ra. pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai hal tersebut, seraya berkata, “Sebenarnya mereka tidak menyembah Pendeta atau Rahib mereka?” Rasululah saw. menjawab: Benar, tetapi para rahib atau pendeta itu telah mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, sementara mereka mengikutinya. Bukankah itu tindak penyembahan terhadap mereka?

Keenam, menyembah Thagut. Istilah thagut diambil dari kata thughyaan artinya melampaui batas. Maksudnya: segala sesuatu yang disembah selain Allah. Setiap seruan para rasul intinya adalah mengajak kepada tauhid dan menjauhi thagut. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)” (An-Nahl:36). Dan tauhid yang murni tidak akan bisa dicapai tanpa menghindar dari menyembah thagut, Allah berfirman: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Al-Baqarah:256). Allah bangga dengan orang-orang beriman yang menjauhi thagut, “Dan orang-orang yang menjauhi thagut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku: (Az Zumar:17).

Ketujuh, menyembah hawa nafsu. Hawa nafsu adalah kecenderungan untuk melakukan keburukan. Seseorang yang menuhankan hawa nafsu ia mengutamakan keinginan nafsunya di atas cintanya kepada Allah. Dengan demikian ia telah mentaati hawa nafsunya dan menyembahnya. Allah berfirman: Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Al-Furqaan:43). Dalam surat Al-Jatsiyah:23, “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”



c) Macam-macam Syirik: Ada dua macam syirik: (a) Syirik besar (b) syirik kecil. Masing-masing dari kedua macam ini mempunyai dua dimensi: zhahir (nampak) dan khafiy (tersembunyi).

Marilah kita bahas satu-satu persatu dari kedua macam syirik tersebut. Pertama, Syirik besar (Asy Syirkul Akbar), yaitu tindakan menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya. Dikatakan syirik besar karena dengannya seseorang tidak akan diampuni dosanya dan tidak akan masuk surga. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” (An Nisaa’:116). Ilustarsi syirik besar ini dibagi dua dimensi: dzahir dan khafiy. Yang zhahir bisa dicontohkan seperti menyembah bintang, matahari, bulan, patung-patung, batu-batu, pohon-pohon besar, manusia (seperti menyembah Fir’un, raja-raja, Budha, Isa ibn Maryam, malaikat, Jin dan Syetan. Sementara yang khafiy bisa dicontohkan seperti meminta kepada orang-orang yang sudah mati dengan keyakinan bahwa mereka bisa memenuhi apa yang mereka yakini, atau menjadikan seseorang sebagai pembuat hukum, menghalalkan dan mengharamkan seperti Allah swt.

Kedua, syirik kecil (Asyirkul Ashghar), yaitu suatu tindakan yang mengarah kepada syirik, tetapi belum sampai ketingkat keluar dari tauhid, hanya saja mengurangi kemurnian nya.

Syirik Ashghar ini juga dua dimensi: zhahir dan khafiy. Yang zhahir bisa berupa lafal (pernyataan) dan perbuatan.

(a) Yang berupa lafal contohnya: bersumpah dengan nama selain Allah dan mengarah ke syirik, seperti pernyataan: demi Nabi, demi Ka’bah, demi Kakek dan Nenek dan lain sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: man halafa bighirillahi faqad kafara wa asyraka (siapa yang bersumpah dengan selain maka ia kafir dan musyrik) (HR. Turmidzi no 1535). Termasuk lafal yang mengarah ke syirik pernyataan: kalau tidak karena Allah dan si fulan niscaya ini tidak akan terjadi, atau memberikan nama seperti abdul ka’bah dan lain sebagainya.

(b) Adapun yang berupa perbuatan contohnya: mengalungkan jimat dengan keyakinan bahwa itu bisa menyelamatkan dari mara bahaya dan sebagainya. Percaya pada masalah kurafat (berbagai kepercayaan yang khayal, bahwa di luar Allah ada berbagai kekuatan gaib yang dapat menyebabkan keselamatan seseorang dan dapat pula mendatangkan mudarat terhadap seseorang), tahayul (cerita-cerita yang tidak jelas asal usulnya atau cerita dalam mimpi dan cerita yang tidak masuk akal).

Adapun syirik Ashghar yang khafiy, biasanya berupa niat atau keinginan, seperti riya’ dan sum’ah. Yaitu melakukan tindak ketaatan kepada Allah dengan niat ingin dipuji orang dan lain sebagainya. Seperti menegakkan shalat dengan nampak khusyu’ karena sedang di samping calon mertuanya, supaya dipuji sebagai orang saleh, padahal di saat shalat sendirian tidak demikian. Riya’ adalah termasuk dosa hati yang sangat berbahaya. Sebab Islam sangat memperhatikan perbuatan hati sebagai factor yang menentukan bagi baik tidaknya perbuatan zhahir. Allah berfirman, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebut nya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah:264). Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: man samma’a sammallahu bihii, waman yraa’ii yraaillahu bihii (Siapa yang menampakkan amalnya dengan maksud riya’ Allah akan menyingkapnya di hari Kiamat, dan siapa yang menunjukkan amal shalehnya dengan maksud ingin dipuji orang, Allah mengeluarkan rahasia tersebut di hari Kiamat (HR. Bukhari:288 dan Muslim no. 2987).

d) Bahaya-bahaya Syirik:

Pertama, Syirik adalah kezhaliman yang nyata. Allah berfirman: innasy syirka ladzlumun adziim (sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar) (Luqman:13). Mengapa sebab dengan berbuat syirik seseorang telah menjadikan dirinya sebagai hamba makhluk yang sama dengan dirinya, tidak berdaya apa-apa.

Kedua, Syirik merupakan sumber khurafat, sebab orang-orang yang meyakini bahwa selain Allah seperti bintang, matahari, kayu besar dan lain sebagainya bisa memberikan manfaat atau bahaya berarti ia telah siap melakukan segala khurafat dengan mendatangi para dukun, kuburan-kuburan angker dan mengalungkan jimat di lehernya.

Ketiga, Syirik sumber ketakutan dan kesengsaraan, Allah berfirman, “Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zhalim” (Ali Imran:151)

Keempat, Syirik merendahkan derajat kemanusiaan, Allah berfirman, “Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh” (Al-Hajj:31).

Kelima, syirik menghancurkan kecerdasan manusia, Allah berfirman, “Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah, “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu)” (Yunus:18).

Keenam, di akhirat nanti orang-orang musyrik tidak akan mendapatkan ampunan Allah, dan akan masuk neraka selama-lamanya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” (An Nisaa’:116) Dalam surat Al-Maidah:72, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun”.

e) Sebab-sebab Syirik:

Ada beberapa sebab fundamental munculnya syirik:

(a) Al-Jahlu (kebodohan). Karenanya masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan masyarakat jahiliyah. Sebab mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dalam kondisi yang penuh dengan kebodohan itu, orang-orang cenderung berbuat syirik. Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan kecenderungan berbuat syirik semakin kuat. Dan biasanya di tengah masyarakat jahiliyah para dukun selalu menjadi rujukan utama. Mengapa, sebab mereka bodoh, dan dengan kebodohannya mereka tidak tahu bagaimana seharusnya mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Ujung-ujungnya para dukun sebagai nara sumber yang sangat mereka agungkan.

(b) dhu’ful iimaan (lemahnya iman). Seorang yang lemah imannya cenderung berbuat maksiat. Sebab rasa takut kepada Allah tidak kuat. Lemahnya rasa takut akan dimanfaatkan oleh hawa nafsu untuk menguasai dirinya. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya maka tidak mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik, seperti memohon kepada pohonan besar karena ingin segera kaya, datang ke kuburan para wali untuk minta pertolongan agar ia dipilih jadi presiden atau selalu merujuk kepada para dukun untuk supaya penampilannya tetap memikat hati banyak orang dan lain sebagainya.

(c) taqliid (taklid buta). Di dalam Al-Qur’an selalu digambarkan orang-orang yang menyekutukan Allah dengan alasan karena mengikuti jejak nenek moyang mereka. Allah berfirman, “Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah, “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (Al-A’raf:28). Dalam surat Al-Baqarah:170, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” Dalam surat Al-Maidah:104, “Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab, “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?



Pengertian Bid'ah dan hukum-hukumnya

Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman. Badiiu as-samaawaati wal ardli "Artinya : Allah pencipta langit dan bumi" (Al-Baqarah : 117) Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya. Juga firman Allah. Qul maa kuntu bidan min ar-rusuli: Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul". (Al-Ahqaf : 9). Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Taala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku. Dan dikatakan juga : Fulan mengada-adakan bidah, maksudnya : memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.

Dan perbuatan bidah itu ada dua bagian : 1. Perbuatan bidah dalam adat istiadat (kebiasaan) seperti adanya penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalamnya penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya).Ini adalah mubah (diperbolehkan) ; karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah. 2. Perbuatan bidah di dalam Ad-Dien (Islam) hukumnya haram, karena yang ada dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah) ;Rasulullah Sha0llallahu alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)". Dan di dalam riwayat lain disebutkan : "Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak".

Macam-macam Bid’ah Bid’ah dalam Ad-Dien (Islam) ada dua macam :

1. Bid’ah qauliyah ’itiqadiyah : Bid’ah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.

2. Bid’ah fil ibadah Bid’ah dalam ibadah : seperti beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak disyari’atkan oleh Allah : dan bid’ah dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu :

A. Bid’ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah yaitu mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syari’at Allah Ta’ala, seperti mengerjakan shalat yang tidak disyari’atkan, shiyam yang tidak disyari’atkan, atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.

B. Bidah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar.

C. Bid’ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yang sifatnya tidak disyari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara berjamaah dan suara yang keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

D. Bid’ah yang bentuknya menghususkan suatu ibadah yang disyari’atkan, tapi tidak dikhususkan oleh syari’at yang ada. Seperti menghususkan hari dan malam nisfu Sya’ban (tanggal 15 bulan Sya’ban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasarnya shiyam dan qiyamullail itu di syari’atkan, akan tetapi pengkhususannya dengan pembatasan waktu memerlukan suatu dalil. Hukum Bid’ah dalam Ad-Dien Segala bentuk bid’ah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam : Artinya : Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat". (Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih). Dan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Artinya : Barangsiapa mengadakan hal yang baru yang bukan dari kami maka perbuatannya tertolak". Dan dalam riwayat lain disebutkan : "Artinya : Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak didasari oleh urusan kami maka amalannya tertolak". Makna hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan tertolak. Artinya bahwa bid’ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram. Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid’ahnya, ada diantaranya yang menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur, mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan-kuburan itu, berdo’a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya. Begitu juga bid’ah seperti bid’ahnya perkataan-perkataan orang-orang yang melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah. Ada juga bid’ah yang merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdoa disisinya. Ada juga bid’ah yang merupakan fasiq secara aqidah sebagaimana halnya bid’ah Khawarij, Qadariyah dan Murjiah dalam perkataan-perkataan mereka dan keyakinan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid’ah yang merupakan maksiat seperti bid’ahnya orang yang beribadah yang keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan shiyam yang dengan berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma dengan tujuan menghentikan syahwat jima’ (bersetubuh). Catatan : Orang yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah syayyiah (jelek) adalah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : "Artinya : Sesungguhnya setiap bentuk bid’ah adalah sesat". Karena Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam telah menghukumi semua bentuk bid’ah itu adalah sesat, dan orang ini (yang membagi bid’ah) mengatakan tidak setiap bid’ah itu sesat, tapi ada bid’ah yang baik ! Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitabnya "Syarh Arba’in" mengenai sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : "Setiap bid’ah adalah sesat", merupakan (perkataan yang mencakup keseluruhan) tidak ada sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu merupakan dasar dari dasar Ad-Dien, yang senada dengan sabdanya : "Artinya : Barangsiapa mengadakan hal baru yang bukan dari urusan kami, maka perbuatannya ditolak" Jadi setiap orang yang mengada-ada sesuatu kemudian menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak ada dasarnya dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islam berlepas diri darinya , baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-perkataan, baik lahir maupun batin. Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakan bahwa bid’ah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar Radhiyallahu anhu pada shalat Tarawih : "Sebaik-baik bid’ah adalah ini", juga mereka berkata : "Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)", yang tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya". Adapun jawaban terhadap mereka adalah : bahwa sesungguhnya masalah-masalah ini ada rujukannya dalam syari’at, jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu anhu : "Sebaik-baik bid’ah adalah ini", maksudnya adalah bid’ah menurut bahasa dan bukan bid’ah menurut syariat. Apa saja yang ada dalilnya dalam syariat sebagai rujukannya jika dikatakan "itu bid’ah" maksudnya adalah bid’ah menurut arti bahasa bukan menurut syari’at, karena bid’ah menurut syariat itu tidak ada dasarnya dalam syariat sebagai rujukannya. Dan pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan penulisan Al-Qur’an, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya. Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat secara berjamaah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhirnya tidak bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu anhu menjadikan mereka satu jamaah di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan merupakan bid’ah dalam Ad-Dien. Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada rujukannya dalam syariat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis sebagian hadits-hadits kepada sebagian sahabat karena ada permintaan kepada beliau dan yang dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam secara umum adalah ditakutkan tercampur dengan penulisan Al-Qur’an. Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut,sebab Al-Qur’an sudah sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tidak hilang . semoga Allah Ta’ala memberi balasan yang baik kepada mereka semua, karena mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu alaihi wa sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah perbuatan orang-orang yang selalu tidak bertanggung jawab.


Sumber :
Dr. Amir Faisol Fath ( www.dakwatuna.com)
Al-Wala & Al-Bara oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ( Anggota Hai’ah Kibaril Ulama Saudi Arabia) www.almanhaj.or.id